Sabtu, 11 Februari 2012

Impor Sampah Banjiri Indonesia, Ulah Siapa?

"Kami curiga, dan setelah dilakukan pemeriksaan ternyata banyak terdapat kotoran."

Sabtu, 11 Februari 2012, 07:27 WIB
 
Pelabuhan peti kemas Pelindo II Tanjung Priok, Jakarta. (Antara/ Hermanus Prihatna)
BERITA TERKAIT
 
VIVAnews - Direktorat Bea dan Cukai, bersama Kementerian Lingkungan Hidup berhasil menyita besi bekas atau steel scrap sebanyak 113 kontainer berukuran 20 fit.
Besi-besi tersebut, diduga mengandung limbah B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya). Namun, menurut Kasie Layanan Informasi Kantor Pelayanan Umum (KPU) Bea Cukai Tanjung Priok, Arif Rahman Hakim, impor itu ternyata sudah memiliki izin lengkap dari pemerintah berserta dokumen resmi.
"Saat ini, besi sampah itu berada di Tempat Penampungan Sementara Tanjung Priok untuk dilakukan penyelidikan lebih lanjut. Jadi, kami tahan dulu," kata dia kepada VIVAnews.com di Jakarta, Jumat 10 Februari 2012.

Kontainer tersebut ditahan, menurut dia, karena barang impor besi-besi bekas itu dianggap tidak sesuai perizinan yang diberikan pemerintah.
"Memang betul isinya steel scrap seperti izin yang dikeluarkan Kementerian Perdagangan, tetapi di dalamnya tercampur barang-barang bekas lainnya yang diduga mengandung B3. Jadi, dianggap menyalahi perizinan," tutur Arif.

Arif mengaku bahwa impor sampah atau barang-barang bekas diperbolehkan oleh hukum Indonesia, baik itu berupa besi rongsokan sampai pakaian bekas asal sesuai dengan izin yang dikeluarkan pihak berwenang.
"Sering kok, impor limbah dari sejumlah negara ke sini, karena tidak ada pelarangan. Yang dilarang itu kan, bila sudah menyalahi perizinan yang diberikan seperti kasus impor steel scrap ini," kata dia.

Dia menuturkan, selain kasus impor besi bekas bercampur sampah bermasalah itu, sebelumnya Bea Cukai juga pernah menangani kasus impor yang juga menyalahi perizinan.
"Ya, jelas-jelas tidak boleh masuk barang dari negara yang diduga terjangkit penyakit sapi gila tapi tetap saja masuk kontainer berisi daging sapi dari negara tersebut," ujar Arif.

Arif menjelaskan, untuk kasus impor limbah besi bekas ini pun akan dikenakan tindakan reekspor atau dikirim balik ke negara asal, seperti upaya yang pernah dilakukan pada negara pengimpor daging sapi tersebut.
Menteri Lingkungan Hidup, Berth Kambuaya, juga menilai bahwa importir besi bekas tersebut melanggar Undang-undang 32 tentang Lingkungan Hidup yang di dalamnya melarang import sampah. Selanjutnya, barang tangkapan tersebut akan diekspor kembali setelah ada keputusan pengadilan.

Sedangkan Menteri Keuangan, Agus Martowadodjo menginginkan kasus ini ditangani dengan serius, sampai ke perusahaan importirnya. Sebab bila melihat dari barang itu, mereka telah melakukan tindak pidana yang bisa diancam hukuman 5 sampai 15 tahun penjara, sesuai UU No 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan.
Menurut Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Agung Kuswandono, besi bekas itu diimpor dari Inggris dan Belanda. Dari Inggris sebanyak 89 kontainer dan Belanda 24 kontainer.
"Besi bekas itu diimpor oleh PT HHS. Masuk ke Indonesia, lewat Pelabuhan Tanjung Priok dalam lima tahap," ujarnya saat dtemui di Terminal Peti Kemas Koja, Jakarta Utara belum lama ini.

Dia menjelaskan bahwa limbah besi-besi itu diambil langsung oleh importir dari tempat pembuangan sampah yang ada di Inggris dan Belanda tanpa dibersihkan.
Menurut Agung, pada bagian besi itu terdapat banyak kotoran, di antaranya tanah, oli, karat, plastik, aspal dan kotoran lainnya. Padahal menurut aturan, impor besi bekas harus dibersihkan terlebih dahulu, dan hanya metalnya atau besi yang dibawa. Dalam pemberitahuan barang, tertulis steel scrap for melting.

"Kami curiga, dan setelah dilakukan pemeriksaan ternyata banyak terdapat kotoran. Dan ini masuk dalam kategori sampah," ujarnya.
Setelah berkoordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup, Bea Cukai kemudian bertindak mengamankan barang-barang tersebut pada Jumat, 20 Januari 2012 lalu.
Penyidikan Lambat
Kasus impor sampah ini, ternyata juga menjadi sorotan anggota DPR. Karena itu, mereka melakukan sidak mendadak. Anggota Komisi Hukum DPR, yang terdiri dari Aziz Syamsuddin, Abu Bakar, M Nasir, dan Syarifudin Suding melakukan inspeksi di Pelabuhan Tanjung Priok, Jumat 10 Februari 2012.

Berdasarkan pantauan VIVAnews.com, selain bertemu pihak Bea dan Cukai, mereka juga mengecek 113 kontainer yang datang dari Belanda dan Inggris dua minggu lalu. Namun, hanya dua kontainer yang dibuka. Isinya limbah sampah logam bercampur tanah dan aspal.

Menurut Aziz, Wakil Ketua Komisi III DPR, pihaknya sengaja datang untuk mendengar keterangan resmi dari Bea dan Cukai. "Kami minta penjelasan Dirjen soal proses masuknya limbah dari Belanda ke Tanjung Priok," kata dia.

Namun, penyidikan penyidikan kasus importasi ilegal 113 kontainer besi bekas, yang mengandung limbah B3 itu dinilai lamban. "Untuk itu, Komisi III berharap kasus ini cepat diselesaikan. Apalagi barang buktinya sudah ada," kata dia.
Menurut Aziz, Komisi III memang tidak punya wewenang untuk menentukan kapan kasus ini harus selesai.  Namun, pihaknya siap membantu mempercepat proses penyidikan. "Kerja sama ini, diharapkan dapat memperpendek proses penyidikan," tambah Aziz.

Komisi III juga mengecam sikap pemerintah Inggris dan Belanda, karena mengirim besi sampah yang mengandung Limbah B3 ke Indonesia.  "Padahal sudah ada konvesi Basel, yaitu perjanjian yang mengatur tentang jual beli sampah antara negara maju dan berkembang," tutur Aziz.

Proses penyidikan tersebut, kata Agung, lama karena KLH sedang memeriksa jenis limbah B-3 apa saja yang terkandung di dalam besi bekas tersebut. "Yang kami periksa bukan satu kontainer, tapi seluruh kontainer, yaitu 113 kontaoner," katanya.

Hal ini dilakukan agar pihak penyidik memiliki bukti kuat, yaitu hasil laboratorium untuk menjerat pasal pidana kepada importir dan pihak yang terkait dalam kasus tersebut.

"Dalam waktu 90 hari, kami akan menuntaskan penyidikan kasus ini. Kami juga masih memeriksa dan mempelajari  dokumen dari PT HHS selaku perusahaan importir barang ilegal tersebut," katanya.

Bea Cukai kini menempatkan personil khusus di seluruh pelabuhan utama untuk mencegah kasus serupa terulang lagi.
• VIVAnews

0 komentar:

Posting Komentar