Sabtu, 11 Februari 2012

Rumput Ini Berumur 200.000 Tahun

Apa rahasia panjang umur rumput raksasa ini?

Rabu, 8 Februari 2012, 11:39 WIB
 
Rumput bawah laut (oceanwideimages.com)
BERITA TERKAIT
VIVAnews -  Sekelompok rumput  di Laut Mediterania diperkirakan menjadi spesies paling tua di dunia. Ilmuwan asal Australia menduga rumput-rumput ini berumur 200.000 tahun.

Ilmuwan ini merunut DNA rumput raksasa, Posidonia oceanica, di sebuah padang rumput bawah laut yang membentang lebih dari 2.000 mil, dari Spanyol ke Siprus.

Analisis ini kemudian diterbitkan dalam jurnal PLoS ONE, seperti dikutip dari laman Telegraph. Ilmuwan menemukan rumput-rumput di padang bawah tanah itu berusia antara 12.000 sampai 200.000. Ini jauh lebih tua dari spesies tertua yang selama ini dkenal, tanaman Tansania yang diyakini berusia 43.000 tahun.

Carlos Duarte, dari University of Western Australia mengungkap rahasia panjang umur rumput-rumput tersebut. Menurutnya, rumput ini bisa bereproduksi secara aseksual dan menghasilkan klon dari dirinya sendiri.

"Mereka terus memproduksi cabang baru," kata dia. Secara perlahan, spesies ini menutupi areal yang sangat luas dan menjadikan lahan ini sebagai bahan tambang makanan. Pada akhirnya, spesies ini pun bisa menyimpan nutrisi dalam cabang-cabang mereka yang luas itu sehingga mampu bertahan di kondisi terburuk sekalipun. Satu kloni rumput ini bisa berbobot sampai ribuan ton.

Tapi, Duarte mengingatkan bahwa spesies ini mulai terancam. Meski Posidonia oceanica merupakan tanaman yang tangguh, pertumbuhan mereka mulai menurun seiring pembangunan di pesisir dan pemanasan global. Bagaimana pun, faktor-faktor ini mempengaruhi suhu laut dan kualitas air.

"Jika perubahan iklim ini terus berlangsung seperti sekarang, masa depan spesies ini sangat buruk," kata dia. (umi)
• VIVAnews

Populasi Ubur-Ubur Akan Merajalela di Bumi?

Perilaku manusia pada laut disebut sebagai pemicu tren peningkatan populasi hewan itu.

Sabtu, 4 Februari 2012, 07:56 WIB
 
Tentakel ubur-ubur beracun dan bisa mematikan. (antigravitas.com)
BERITA TERKAIT
VIVAnews - Dalam beberapa tahun terakhir, dalam sejumlah publikasi jurnal ilmiah, santer dibicarakan bahwa populasi ubur-ubur telah melejit. Hewan ini akan segera mendominasi lautan di Bumi dalam beberapa dekade ke depan.

Perilaku manusia terhadap lautan, termasuk penangkapan ikan yang berlebihan dan menyebabkan pemanasan global disebut-sebut telah menjadi pemicu dari masalah yang semakin mengancam tersebut.

Namun, setelah diteliti lebih lanjut, Robert H Condon dan 16 peneliti lain dari Dauphin Island Sea Lab, Alabama, Amerika Serikat, teori yang menyatakan bahwa ubur-ubur akan segera menginvasi seluruh lautan Bumi kurang memiliki bukti-bukti yang kuat.

“Persepsi bahwa populasi ubur-ubur meledak merupakan akibat semakin banyaknya perhatian yang diberikan terhadap penelitian terkait ubur-ubur,” kata Condon, dikutip dari Science Blog, Sabtu 4 Februari 2012.

Selain itu, Condon melanjutkan, kurangnya pengetahuan yang baik terhadap bagaimana perilaku ubur-ubur di masa lalu menghasilkan kesimpulan yang menyesatkan. Temuan ini sendiri sudah dipublikasikan oleh Condon dan rekan-rekannya dalam jurnal BioScience.

Dari fosil-fosil dan bukti-bukti dokumenter yang tersedia, diketahui bahwa ledakan populasi ubur-ubur secara spektakuler merupakan hal yang normal dalam sejarah alami spesies tersebut.

“Ledakan populasi ini ada kaitannya dengan siklus perubahan iklim alami Bumi,” kata Condon. “Sayangnya, ledakan populasi ubur-ubur di laut kurang banyak mendapatkan perhatian di dekade-dekade dan abad-abad lalu,” ucapnya.

Meski begitu, Condon dan rekan-rekannya menyebutkan bahwa perubahan dalam jumlah populasi ubur-ubur dan organisme laut yang serupa tetap menghadirkan konsekuensi yang penting bagi ekologi kelautan di sekitarnya. Tren ini juga bisa terpengaruh oleh aktivitas manusia.

“Untuk itu, kami akan membuat database yang komprehensif untuk dapat mengetahui lebih lanjut terkait tren pertumbuhan makhluk ini serta dikaitkan dengan aktivitas manusia,” ucap Condon. “Yang pasti, kesan bahwa ubur-ubur akan terus mendominasi lautan dalam beberapa dekade ke depan merupakan kesimpulan yang salah,” ucapnya. (art)
• VIVAnews

Baling-baling Kapal Picu Stres pada Paus

Ini merupakan dokumentasi pertama terhadap efek fisiologi paus.

Rabu, 8 Februari 2012, 12:05 WIB

Paus  
BERITA TERKAIT
VIVAnews - Para peneliti dari Amerika Serikat mengungkapkan bahwa suara bising yang disebabkan kapal laut ternyata bisa menyebabkan paus stres. Ini disebabkan suara yang dihasilkan baling-baling kapal laut memiliki frekuensi yang sama dengan frekuensi yang digunakan paus untuk berkomunikasi.

Seperti dikutip dari laman BBC, paus pun mengubah pola komunikasi mereka di tempat yang bising.

Para peneliti ini telah mengukur hormon stres dari faeces atau kotoran paus. Mereka menemukan kalau hormon stres ini meningkat seiring dengan makin padatnya arus lalu lintas laut.

Penelitian ini sendiri dilakukan di Teluk Fundy, Kanada, Lautan Atlantik bagian utara. Di wilayah ini paus tercatat sebagai hewan langka.

Sejak beberapa ratus tahun lalu, perburuan paus yang dilakukan oleh masyarakat Basque diduga kuat menyebabkan turunnya populasi paus. Tapi, penelitian terbaru memperlihatkan, jumlah populasi ini telah menurun sebelumnya, dengan penyebab yang masih belum jelas.

Dr Rosalind Rolland dari New England Aquarium di London, yang memimpin penelitian ini, mengatakan bahwa populasi paus kini telah meningkat hingga 490 pasu dari 350 tahun lalu.

Namun, perlu dicatat pula bahwa arus lalu lintas laut di Amerika Serikat menurun drastis pasca-serangan 11 September 2001.

Para peneliti mengatakan, saat ini tercatat tingkat kebisingan suara mencapai 6 decibel, yang terus berkurang di permukaan, dengan perubahan frekuensi di bawah 150 Hz.

Penelitian ini sudah menghabiskan waktu lima tahun untuk mengumpulkan faeces. Caranya pun terbilang unik, anjing yang terlatih menjadi 'pembimbing' para peneliti menemukan materi faeces.

"Ini pertama kalinya ada dokumentasi terhadap efek fisiologi, ini dilakukan terhadap hewan seberat 50 ton, jadi ini bukan hal yang mudah untuk dilakukan," ucap Rolland, seperti dikutip dari laman BBC.

"Penelitian sebelumnya telah memperlihatkan mereka mengubah pola vokalisasi suara mereka di lingkungan bising. Tapi ini pertama kalinya stres didokumentasi secara fisiologi," lanjutnya.

Di Teluk Fundy yang menjadi lokasi penelitian sendiri, jalur lalu lintas laut telah direlokasi agar jauh dari tempat pengembangbiakan paus sejak tahun 2003. Setidaknya, dampak kapal laut berkurang hingga 80 hingga 90 persen. (umi)
• VIVAnews

6 Makhluk Hidup Berumur Paling Panjang

Makhluk hidup tertua didominasi oleh tanaman yang mampu bereproduksi secara aseksual.

Kamis, 9 Februari 2012, 09:55 WIB

Populus tremuloides, salah satu makhluk hidup tertua di dunia (Scott Catron)
BERITA TERKAIT
VIVAnews - Organisme paling tua di dunia didominasi spesies yang bisa bereproduksi secara aseksual. Hal ini membantu mereka menghindari mutasi dan parasit.

Berikut ini makhluk hidup yang dirangking berdasarkan umur paling tua, seperti dikutip dari laman Telegraph:

1. Posidonia oceanica
Rumput laut raksasa di Laut Mediterania menduduki peringkat pertama karena berumur 200.000 tahun. Dia berhasil menyalip tanaman Tansania yang selama ini diyakini sebagai yang tertua.
2. Lomatia tasmanica atau Raja Lomatia
Tanaman Tasmania ini diyakini sudah berumur 43.600 tahun. Tanaman ini memiliki daun yang mengkilap dan bunga berwarna merah jambu. Meski punya bunga, tapi tanaman ini tidak menghasilkan buah dan biji. Sejauh ini, hanya satu koloni spesies ini yang diketahui hidup di dunia liar.
Tanaman tertua dunia, Raja Lomatia

3. Gaylussacia brachycera atau box huckleberry
Tanaman semak rendah asal Amerika Utara ini satu keluarga dengan blueberry dan tanaman huckleberry lainnya. Usia koloni tanaman ini bisa mencapai umur 13.000 tahun.
4. Larrea tridentata atau creosote bush
Tanaman ini banyak dijumpai di gurun di Amerika seperti Mojave, Sonoran, dan Chihuahuan. Umur tanaman ini bisa mencapai 11.000 tahun. Tanaman ini banyak dipakai untuk keperluan obat herbal.
Makhluk hidup paling tua, creosote bush

5. Populus tremuloides atau quaking aspen
Pohon ini bisa tumbuh sampai ketinggian 25 meter. Tanaman ini berasal dari daerah dingin di Amerika Utara. Dia bisa berumur sampai 10.000 tahun.

6. Picea mariana atau black spruce
Tanaman sejenis cemara yang berasal dari bagian utara Amerika Utara. Tanaman ini bisa mencapai usia 1.800 tahun. (eh)
Tanaman tertua, black spruce
• VIVAnews

Tempat Terdingin dan Misterius di Antariksa

Ilmuwan menduga, di awan molekul inilah bintang-bintang baru lahir.

Selasa, 31 Januari 2012, 09:27 WIB
 
Awan molekul gelap, Barnard 68 (Dailymail)
BERITA TERKAIT
VIVAnews - Di langit yang ditaburi bintang-bintang, terlihat sebuah penampakan hitam yang mirip diduga lubang hitam atau black hole. Ternyata, penampakan ini merupakan awan materi atau para ahli astronomi menyebutnya sebagai awan molekul gelap.
Awan ini mampu memblok semua cahaya yang melewatinya. Dikutip dari laman Dailymail, interior awan molekul ini merupakan tempat paling dingin dan terisolasi di alam semesta.

Pemandangan aneh ini terbentuk karena konsentrasi tinggi dari debu dan gas molekul menyerap semua cahaya yang dipancarkan bintang di belakangnya.

Ahli berhasil mengabadikan salah satu awan molekul gelap bernama Barnard 68, salah satu awan penting. Menurut para astronom, Barnard 68 relatif dekat bumi karena tak ada bintang yang tampak.

Tapi, kemungkinan jaraknya bisa mencapai 500 tahun cahaya. Belum diketahui bagaimana awan molekul seperti Barnard terbentuk. Tapi, ilmuwan menduga awan ini tempat lahirnya bintang-bintang baru. (umi)
• VIVAnews

2017, Astronot China Tiba di Bulan

Selain China, negara lain yang ingin menjalankan misi ke Bulan adalah Jepang.

Selasa, 31 Januari 2012, 05:15 WIB

Jepang, AS, dan China berencana mengirim manusia ke Bulan. (nasa)
BERITA TERKAIT
ernasional, seorang pejabat pemerintahan China mengungkapkan rencana negeri mereka untuk mengirimkan robot ke bulan dalam dua tahun ke depan.

Dijadwalkan, sampel-sampel bebatuan Bulan sendiri akan dibawa ke Bumi pada 2017 mendatang. Tujuan utama dari peluncuran robot ke Bulan sendiri adalah agar mereka dapat mengirimkan astronot dan melakukan pendaratan di sana.

“Jika tidak ada aral melintang, proyek pengembangan misi ini sendiri akan digelar setelah misi pengambilan sampel bebatuan Bulan tuntas dikerjakan,” kata Ziyuan Ouyang, Chief Scientist of Lunar Exploration Program China, dikutip dari PopSci, 30 Januari 2012.

Ouyang sendiri belum mengabarkan tanggal-tanggal dimulainya misi tersebut, akan tetapi, bulan lalu, seorang juru bicara program ruang angkasa China sempat mengungkapkan bahwa mereka akan mengirimkan manusia ke Bulan pada tahun 2025 mendatang.

Oktober lalu, China telah menggelar misi Chang’e 2 yang mengantarkan perangkat pemindai ke Bulan. Pada misi berikutnya yakni Change’e 3, mereka akan mengirimkan kendaraan penjelajah dan akan mendarat di Sinus Iridium, salah satu kawasan Bulan yang paling banyak diamati pada tahun 2013 mendatang.

Robot penjelajah itu disebut-sebut mampu memilih rute perjalanannya sendiri, menghindari rintangan, dan melakukan eksperimen ilmiah lewat berbagai sensor, kamera, spektrometer sinar x dan infra merah, serta radar yang mampu melakukan penetrasi ke tanah.

Robot ini menggunakan sel surya dan sumber daya tambahan dalam bentuk baterai nuklir berbasis plutonium-238, baterai yang sama dengan yang akan digunakan pada kendaraan penjelajah Mars Science Laboratory.

Setelah misi tersebut, China akan mengirimkan misi penggalian di Bulan untuk mengungkap permukaan benda angkasa tersebut dan sampai akhirnya, pada kisaran 2017, mereka akan mengirimkan misi pendaratan manusia di sana.

Selain China, negara lain yang ingin menjalankan misi ke Bulan adalah Jepang. Rencananya, mereka malah akan mendirikan stasiun di sana pada tahun 2020 mendatang. Sejumlah anggota kongres Amerika Serikat juga bermimpi memiliki stasiun di Bulan pada 2022.

Dan jika China juga akan mendaratkan manusia di Bulan, tampaknya Bulan akan segera diramaikan oleh manusia. (adi)
• VIVAnews

Asteroid Sebesar Bus "Nyaris Tabrak" Bumi

Benda itu lewat dekat Bumi pada jarak 60.000 km, kurang dari seperlima jarak Bulan.

Sabtu, 28 Januari 2012, 13:35 WIB

Ilustrasi asteroid (Corbis)
BERITA TERKAIT
VIVAnews -- Asteroid seukuran bus sekolah melewati Bumi dalam jarak dekat, sekitar 60.000 kilometer, kurang dari seperlima jarak Bulan pada Jumat 27 Januari 2012. Para pengamat angkasa mendeskripsikannya "nyaris menabrak", meski para ahli sudah memberi pernyataan, batu angkasa itu tak akan mencelakakan Bumi.

Peristiwa ini sebelumnya telah diprediksi Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA). Melalui akunnya di Twitter, NASA mengumumkan asteroid akan "melewati  Bumi dalam jarak aman" pada 27 Januari 2012.

Direktur Pusat Penelitian Planet-planet Kecil di AS, Gareth William mengatakan, asteroid yang diberi nama 2012 BX34 itu masuk daftar 20 besar asteroid yang teramati melewati Bumi dalam jarak terdekat.

Karena ukurannya yang relatif kecil, ia hanya bisa terdeteksi saat berada dekat dengan Bumi. "Obyek ini sangat kecil, bahkan ketika menabrak Bumi, ia tak akan selamat melewati atmosfer. Meski hanya satu potong," kata dia seperti dimuat situs AsiaOne, Sabtu 28 Januari 2012.

Obyek seperti 2012 BX34, yang memiliki diameter 6 hingga 9 meter biasanya akan hancur saat memasuki perisai Bumi. Kalaupun ada sisanya, paling seukuran kepalan tangan, jatuh ke Bumi sebagai meteorit.

November 2011 lalu, asteroid dengan ukuran jauh lebih besar, sebesar kapal induk, pernah lewat dekat dengan Bumi. Asteroid 2005 YU55 melintasi Bumi dengan jarak terdekatnya dalam waktu 200 tahun.

Asteroid berdiameter 400 meter itu lewat pada jarak  324.600 kilometer dari Bumi.
Cuaca Berubah
Kalangan ilmuwan luar angkasa tidak menganggap remeh asteroid. Bukan tak mungkin ia menjadi penyebab bencana. Seperti yang terjadi 65 juta tahun lalu di Yukatan.
Asteroid raksasa yang lolos masuk Bumi menghamburkan debu yang menyebabkan cahaya matahari tertutup. Dunia pernah dilanda musim dingin ekstrem, yang disebut-sebut menjadi salah satu penyebab punahnya Dinosaurus.

Salah satu asteroid yang masuk radar pengamatan adalah Aphopis, yang ditemukan 19 Juni 2004. Dengan panjang 269 meter, benda itu akan berada dalam jarak sangat dekat dengan Bumi pada 13 April 2029, tapi tak sampai menabrak.
Namun, saat kembali melintas pada 13 April 2036, asteroid bisa jadi punya kesempatan tipis untuk menyenggol Bumi. (ren)
• VIVAnews

2017, Astronot China Tiba di Bulan

Selain China, negara lain yang ingin menjalankan misi ke Bulan adalah Jepang.

Selasa, 31 Januari 2012, 05:15 WIB

Jepang, AS, dan China berencana mengirim manusia ke Bulan. (nasa)
BERITA TERKAIT
VIVAnews - Dalam sebuah konferensi robotik internasional, seorang pejabat pemerintahan China mengungkapkan rencana negeri mereka untuk mengirimkan robot ke bulan dalam dua tahun ke depan.

Dijadwalkan, sampel-sampel bebatuan Bulan sendiri akan dibawa ke Bumi pada 2017 mendatang. Tujuan utama dari peluncuran robot ke Bulan sendiri adalah agar mereka dapat mengirimkan astronot dan melakukan pendaratan di sana.

“Jika tidak ada aral melintang, proyek pengembangan misi ini sendiri akan digelar setelah misi pengambilan sampel bebatuan Bulan tuntas dikerjakan,” kata Ziyuan Ouyang, Chief Scientist of Lunar Exploration Program China, dikutip dari PopSci, 30 Januari 2012.

Ouyang sendiri belum mengabarkan tanggal-tanggal dimulainya misi tersebut, akan tetapi, bulan lalu, seorang juru bicara program ruang angkasa China sempat mengungkapkan bahwa mereka akan mengirimkan manusia ke Bulan pada tahun 2025 mendatang.

Oktober lalu, China telah menggelar misi Chang’e 2 yang mengantarkan perangkat pemindai ke Bulan. Pada misi berikutnya yakni Change’e 3, mereka akan mengirimkan kendaraan penjelajah dan akan mendarat di Sinus Iridium, salah satu kawasan Bulan yang paling banyak diamati pada tahun 2013 mendatang.

Robot penjelajah itu disebut-sebut mampu memilih rute perjalanannya sendiri, menghindari rintangan, dan melakukan eksperimen ilmiah lewat berbagai sensor, kamera, spektrometer sinar x dan infra merah, serta radar yang mampu melakukan penetrasi ke tanah.

Robot ini menggunakan sel surya dan sumber daya tambahan dalam bentuk baterai nuklir berbasis plutonium-238, baterai yang sama dengan yang akan digunakan pada kendaraan penjelajah Mars Science Laboratory.

Setelah misi tersebut, China akan mengirimkan misi penggalian di Bulan untuk mengungkap permukaan benda angkasa tersebut dan sampai akhirnya, pada kisaran 2017, mereka akan mengirimkan misi pendaratan manusia di sana.

Selain China, negara lain yang ingin menjalankan misi ke Bulan adalah Jepang. Rencananya, mereka malah akan mendirikan stasiun di sana pada tahun 2020 mendatang. Sejumlah anggota kongres Amerika Serikat juga bermimpi memiliki stasiun di Bulan pada 2022.

Dan jika China juga akan mendaratkan manusia di Bulan, tampaknya Bulan akan segera diramaikan oleh manusia. (adi)
• VIVAnews

Tujuh Menit, Selamatkan Beijing dari 'Kiamat'

Ibukota China itu berada di jalur luncuran satelit milik Jerman, Rosat, saat jatuh ke bumi

Rabu, 1 Februari 2012, 09:52 WIB
 
Beijing, China (REUTERS/ Jason Lee)
BERITA TERKAIT
VIVAnews - Hitungan waktu menjadi sangat berarti dalam urusan nyawa. Oktober tahun lalu, tujuh menit menjadi detik-detik mendebarkan saat 2,5 ton satelit meluncur ke arah Bumi, tepatnya ke arah Kota Beijing, China.

Ibukota China itu berada di jalur luncuran satelit penelitian milik Jerman, Rosat, saat jatuh ke bumi.

Bayangan jatuhnya potongan satelit berbobot 2,5 ton itu sudah di depan mata: bencana, kawah besar, saluran bahan bakar hancur, ledakan, bangunan hancur, dan korban jiwa yang tak terelakkan di kota berpenduduk 20 juta jiwa itu.

Badan Antariksa Eropa (ESA) mengungkapkan potongan satelit diperhitungkan akan jatuh di tengah kota dan menghancurkan semua yang dilalui dengan kecepatan 300 mph atau sekitar 480 kilometer/jam!

Pada 22 Oktober 2011, satelit ini kembali memasuki bumi dengan kecepatan yang sangat tinggi, tapi gesekan atmosfer memperlambat dan membakar bagian satelit. "Beijing berada tepat di jalur orbit terakhir," kata Manfred Warhaut dari Pusat Operasi Antariksa Eropa di Darmstadt, Jerman seperti dikutip dari Dailymail.

Untungnya, potongan-potongan satelit hanya sampai di Teluk Benggala saja, 23 Oktober 2011. Jika satelit ini masuk ke bumi lebih lambat 6-7 menit, dipastikan Beijing akan porak poranda.

Ilmuwan tak punya cara mengontrol satelit ini saat berada di atas bumi. "Perhitungan kami, jika Rosat jatuh ke bumi, hanya 7-10 menit kemudian akan menghantam Beijing," kata Heiner Klinkrad, Kepala Tim Puing ESA.

Bobot Rosat 2,5 ton. Biasanya, hanya 20 - 40 persen bagian satelit yang mencapai bumi saat keluar dari orbit dan jatuh. "Tapi untuk Rosat, kami tahu bagian yang sampai bumi itu bisa sampai 60 persen karena dia terbuat dari bahan yang sangat berat dan tahan lama," jelas Klinkrad.

Rosat diluncurkan ke orbit pada 1 Juni 1990 dari Cape Canaveral dengan misi mencari sumber-sumber radiasi sinar-X selama 18 bulan. Tapi, satelit ini tetap memberikan transmisi data mengenai lubang hitam (black hole) dan galaksi selama 9 tahun.

Setelah belasan tahun 'kerja melewati batas waktu,' satelit ini jatuh ke bumi, 22 Oktober 2011. (umi)
• VIVAnews

Ini Dia Dampak Badai Matahari Bagi Bumi

Fenomena ini jarang muncul, tetapi saat terjadi, efeknya akan terasa selama beberapa hari.

Kamis, 2 Februari 2012, 10:53 WIB

Aurora borealis di kawasan utara Bumi. (Senior Airman Joshua Strang/ wikipedia.org)
BERITA TERKAIT
VIVAnews - Badai akibat letusan lidah api Matahari yang terjadi pekan lalu menghadirkan ‘pertunjukan’ yang sangat indah di kawasan belahan utara Bumi. Namun menurut sejumlah pakar, badai itu juga berdampak besar bagi planet kita.

Badai surya memaksa sejumlah perangkat, misalnya satelit transmisi, meningkatkan daya yang digunakan sebagai kompensasi atas gangguan elektrik. Selain itu, badai juga memaksa sejumlah pesawat terbang mengubah rute mereka akibat adanya interferensi radio di dekat kawasan Kutub Utara.

Dikutip dari CBS News, 2 Februari 2012, saat astronom mengamati badai Matahari terhebat dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah orang yang beruntung yang tinggal di kawasan belahan bumi Utara di latitude tinggi, mulai dari Kanada sampai negara-negara Skandinavia dapat melihat efek badai tersebut.

Di seluruh bagian atas Bumi, partikel-partikel surya yang bertumbukan dengan medan magnet planet Bumi telah memunculkan aurora borealis (atau disebut juga northern lights) yang sangat indah. Cahaya ini bisa dilihat dengan mata telanjang.

Meski begitu, tentunya badai Matahari hanya bisa dilihat menggunakan satelit. Dari pantauan kamera, sebuah letusan lidah api yang terjadi pada Minggu, 29 Januari lalu di permukaan Matahari telah melontarkan awan raksasa yang terdiri dari proton, elektron, dan partikel atom – hingga mencapai miliaran ton – ke arah Bumi dengan kecepatan 6,4 juta kilometer per jam.

“Badai radiasi ini bertahan lama. Fenomena seperti ini jarang muncul, tetapi saat terjadi, efeknya akan kita rasakan selama beberapa hari,” kata Douglas Beisecker, peneliti dari Space Weather Prediction Center, Colorado, Amerika Serikat. (umi)
• VIVAnews

Planet-planet Kandidat Pengganti Bumi?

Dalam pencariannya ke alam semesta, manusia menemukan sejumlah planet yang mirip bumi.

Senin, 6 Februari 2012, 09:42 WIB
 
Sejumlah planet di jagad raya mirip bumi. Ahli menduga beberapa diantaranya bisa dihuni (David A. Aguilar, CFA)
BERITA TERKAIT
VIVAnews - Teknologi memungkinkan manusia menjelajah keluar Bumi untuk meneliti lebih jauh lagi mengenai pembentukan alam semesta. Berbagai eksplorasi dan penelitian menyimpulkan sejumlah planet memberikan harapan baru untuk dihuni, untuk menggantikan Bumi yang kian sesak.

Beberapa sistem tata surya yang ditemukan mirip dengan Bimasakti, tempat Bumi mengorbit. Bahkan sejumlah planet yang ditemukan juga diyakini mirip Bumi. Para ilmuwan dan astronot menduga kehidupan manusia bisa berlangsung di planet-planet ini.

Sejauh ini, ada beberapa planet yang dipublikasikan mirip Bumi dan diperkirakan bisa menyokong kehidupan manusia. Berikut beberapa di antaranya:

1. Planet GJ 667Cc

Planet ini disebut kandidat terbaik mirip bumi. Dikutip dari Dailymail, planet yang terdeteksi lewat teleskop dari Bumi itu, berbatu seperti laiknya Bumi yang kita huni ini. Selain itu, dia juga mengorbit dengan "zona hunian" dengan suhu yang cocok untuk keberadaan air di permukaan. Suhu permukaannya bisa jadi mirip Bumi.

"Planet baru ini kandidat terbaik yang menyediakan air, dan mungkin kehidupan," kata pemimpin penelitian ini, Guillem Anglada-Escudé, Februari 2012.

Planet yang terdeteksi teleskop di European Southern Observatory ini memiliki bobot 4,5 kali bumi dan mengorbit pada satu bintang yang disebut GJ 667C dengan jarak 22 tahun cahaya dari bumi. Dalam konteks galaksi, dia tetangga kita.

Diberitakan Telegraph, planet ini mengorbit pada bintangnya dengan periode 28,15 hari, hampir sama dengan bumi kepada matahari.

"Planet ini mengorbit di sistem tiga bintang. Tapi dua lainnya sangat jauh. Keduanya akan terlihat cantik di langit," kata  Steven Vogt, seorang profesor astronomi.
Dua bintang lainnya hanyalah bintang kerdil berwarna oranye. Ada tiga planet yang mengorbit dekat bintang ini.

2. Planet KOI 326.01
Planet ini memiliki volume dan diameter lebih kecil dibandingkan Bumi dengan temperatur sedikit lebih rendah dari air mendidih. Dari segi ukuran, planet ini mirip Bumi.

Planet KOI 326.01 ditangkap pertama kali oleh Teleskop Kepler. Teleskop tersebut bekerja untuk mendeteksi planet-planet ekstrasolar (berada di luar tata surya). Ia mampu mengamati 150.000 bintang terdekat Bumi di ruang angkasa.

Sejauh pengamatan terhadap KOI 326.01, ilmuwan planet dari Ames Research Center NASA William Borucki mengatakan, "Ini obyek kecil, kandidat kecil."

"Astronom pun bahkan tidak mengetahui berapa ukuran bintang induknya. Sebab itu, sulit untuk mengetahui karakteristik planet yang mirip Bumi itu. Sampai kini, belum ada konfirmasi lebih lanjut," kata dia, yang juga bertanggung jawab sebagai Kepala Tim Sains Kepler, Februari 2011.

Ada perkiraan bahwa satu di antara 200 bintang di ruang angkasa pastilah sebuah planet yang memiliki zona layak huni makhluk hidup, atau menyerupai kehidupan seperti Bumi.

Planet KOI 326.01 adalah salah satunya?
Itu masih misteri. Tapi, menurut beberapa ilmuwan, planet seukuran Bumi itu merupakan salah satu planet yang cocok untuk kehidupan alternatif penghuni Bumi.

3. Planet Gliese 581g

Hasil pengamatan observatorium MW Keck di Hawaii, Amerika Serikat, selama 11 tahun membuahkan hasil. Para ilmuwan menemukan sebuah planet yang paling mirip dengan Bumi bernama Gliese 581g, pada September 2010.

Planet yang ukurannya hampir sama dengan Bumi itu mengorbit dan berada di tengah "zona huni perbintangan". Peneliti juga menemukan zat cair dapat eksis di permukaan planet itu.

Ini akan menjadi planet paling mirip Bumi yang belum pernah ditemukan sebelumnya. Ini juga merupakan planet pertama yang paling berpotensi dihuni manusia.

Yang paling menarik dari dua planet Gliese 581g adalah, dia memiliki massa tiga sampai empat kali dari Bumi dan periode orbit hanya di bawah 37 hari. Volume massa itu menunjukkan bahwa planet itu kemungkinan merupakan planet berbatu dengan permukaan tertentu. Itu juga menunjukkan bahwa planet itu memiliki gravitasi yang cukup.

Gliese 581g terletak dengan jarak 20 tahun cahaya dari Bumi, tepatnya berada di konstelasi Libra. Posisi planet ini, satu sisi selalu menghadap bintang dan memiliki suhu panas yang memungkinkan manusia untuk berjemur secara terus-menerus di siang hari. Di bagian samping yang menghadap jauh dari bintang, berada dalam kegelapan yang terus-menerus.

Para peneliti memperkirakan rata-rata suhu permukaan planet ini antara -24 dan 10 derajat Fahrenheit atau -31 sampai -12 derajat Celsius. Suhunya akan sangat terik saat posisinya menghadap bintang dan bisa terjadi pembekuan saat sedang gelap.

Menurut Profesor Vogt, gravitasi di permukaan planet itu hampir sama atau sedikit lebih tinggi dari Bumi, sehingga orang dapat dengan mudah berjalan tegak di planet ini.

4. Sistem Kepler 9

Satelit Kepler menemukan kelompok planet alien, planet-planet yang tak pernah dilihat sebelumnya itu mengelilingi sebuah bintang--seperti planet dalam tata surya yang mengelilingi Matahari, Agustus 2010. Temuan itu dinamakan sistem Kepler 9.

Pengamatan dari observatorium Kepler mengkonfirmasikan dua planet seukuran Saturnus mengorbit sebuah bintang --dalam jarak sekitar 2.300 tahun cahaya dari Bumi.

Dua planet terbesar dalam sistem ini yang dinamakan Kepler 9b dan Kepler 9c--ditemukan memiliki diameter yang hampir sama. Keduanya punya massa dan kepadatan seperti Saturnus.

Namun, dua planet tersebut terlalu dekat dengan bintang--mirip Matahari, seperti Merkurius yang mengorbit Matahari. Dua planet itu diduga kuat tidak memiliki kehidupan karena sangat panas.

Para astronot belum menemukan planet mirip Bumi dari observatorium Sistem Kepler ini. Jika keberadaan planet ketiga mirip yang Bumi sudah ada konfirmasi, planet itu bisa menjadi planet terkecil yang dikenal. "Kami bisa mengatakan, dalam hal ukuran fisik, ini akan jadi yang terkecil, tapi kami belum mengetahui massanya," kata Matthew Holman, staf direktur divisi teori astrofisika di Harvard-Smithsonian Center, yang mengkonfirmasi temuan Kepper.
Keppler mengungkapkan, planet ketiga ini memiliki radius 11,5 kali Bumi dan memiliki periode orbital sekitar 1,6 hari di Bumi--lebih pendek dari Kepler-9b dan 9c. Para peneliti sedang meneliti apakah kandidat 'Kembaran Bumi' mengorbit di bintang yang sama dengan dua planet lain.

Namun dalam hal kelayakan huni, sistem Kepler-9 mungkin bukan tempat yang tepat untuk mencari kehidupan. "Planet-planet ini seperti tidak layak huni," kata Holman. Diperkirakan temperatur dua planet terbesar sangat tinggi, sekitar 740 derajat Kelvin (872 derajat Fahrenheit) dan 540 derajat Kelvin (512 derajatFahrenheit).

5. Planet Kepler 10-b
Teleskop luar angkasa AS menemukan sebuah planet yang terletak di luar tata surya. Planet itu tampak berbatu-batu, mirip dengan Bumi. Sayang, planet itu tidak layak huni, karena terlalu panas. Menurut NASA, suhu di salah satu sisi planet itu sebesar 2.700 derajat Fahrenheit, atau sekitar 1.482 derajat Celcius.

Astronom NASA, Natalie Batalha, mengatakan bahwa planet itu berukuran 1,4 kali lebih besar dan memiliki massa 4,5 lebih padat dari Bumi. Kepler 10-b mengorbit di suatu bintang mirip matahari dan berjarak 560 tahun cahaya, atau sekitar 9,4 triliun kilometer.

6. Planet GJ 1214b

Planet itu lebih besar dari Bumi dan memiliki kandungan air. Hasil temuan tim dari Harvard-Smithsonian Centre for Astrophysics itu dipublikasikan di jurnal Nature, Rabu 16 Desember 2009.

Berukuran 2,7 kali lebih besar dari Bumi, planet itu mengitari matahari, yang lebih kecil dan kurang bercahaya dari matahari di tata surya kita. Meski planet GJ 1214b kemungkinan besar memiliki atmosfer yang terlalu tebal dan terlalu panas bagi bentuk kehidupan seperti di Bumi, penemuan itu merupakan pencapaian besar dalam pencarian kehidupan di planet lain.

"Kegembiraan terbesar adalah karena kami menemukan sebuah dunia dengan kandungan air yang mengitari bintang yang sangat kecil dan sangat dekat, hanya berjarak 40 tahun cahaya dari sistem tata surya kita," kata David Charbonneau, profesor astronomi di Harvard University dan ketua tim penulis artikel di jurnal Nature, seperti dikutip dari laman CNN.

Planet GJ 1214b tergolong sebagai "super-Earth" karena berukuran antara satu dan sepuluh kali lebih besar dibanding Bumi. Dalam beberapa tahun, para ilmuwan sudah mengetahui keberadaan planet-planet super ini. Sebagian besar yang ditemukan astronom berukuran sangat besar, sehingga lebih mirip planet Jupiter daripada Bumi.

Charbonneau mengatakan, kehidupan di planet GJ 1214b tersebut kemungkinan tidak akan mirip seperti kehidupan di Bumi. "Planet ini kemungkinan memiliki air yang berupa cairan," katanya.

7. 100 Planet Mirip Bumi
Teleskop Kepler menemukan lebih dari seratus planet yang besarnya seukuran Bumi. Penemuan tersebut terjadi 2010, setelah Kepler memindai langit untuk menemukan keberadaan planet yang mengorbit bintang. Penemuan ini menguatkan dugaan mengenai kemungkinan bahwa manusia Bumi tidak sendirian di jagat raya ini.

Pakar astronomi, Dimitar Sasselov, seperti dikutip dari Daily Mail, mengatakan, bahwa teleskop mengungkap 140 planet berbeda yang memiliki ukuran mirip Bumi. "Penemuan luar biasa ini memenuhi impian Copernicus," kata Sasselov.

• VIVAnews

Permukaan Mars Dipastikan Tak Bisa Dihuni

Hasil penelitian menunjukkan bahwa planet itu sudah gersang selama ratusan juta tahun.

Rabu, 8 Februari 2012, 08:12 WIB
 
Permukaan planet Mars gersang selama ratusan juta tahun. (fineartamerica.com)
BERITA TERKAIT
VIVAnews - Anda pecinta film-film sains fiksi atau kehidupan di angkasa luar? Siap-siap untuk kecewa. Dari studi terakhir, permukaan planet Mars dipastikan merupakan tempat yang sangat tidak memungkinkan untuk menampung kehidupan. Apalagi setelah mengalami kekeringan selama 600 juta tahun terakhir.

Menurut peneliti dari Imperial College London, Inggris, planet merah itu telah benar-benar gersang selama kurun waktu tersebut dan sangat sulit bagi kehidupan untuk mampu bertahan di permukaannya.

Dalam studi, peneliti mengamati data yang dikumpulkan oleh Phoenix, satelit ruang angkasa milik NASA yang pada tahun 2008 lalu berangkat ke Mars. Seperti diketahui, tugas utama Phoenix sendiri adalah mendarat di sana dan mencari tanda-tanda apakah planet itu bisa dihuni. Phoenix juga digunakan untuk menganalisa es dan tanah yang ia dikumpulkan.

Sayangnya, hasil penelitian terhadap tanah yang diambil menunjukkan bahwa planet itu sudah gersang selama ratusan juta tahun. Kondisi ini terjadi meski ditemukan adanya serpihan-serpihan es di planet itu.

Dalam penelitian sebelumnya, memang diperkirakan bahwa Mars kemungkinan lebih hangat dan lebih basah di masa lalu. Namun jika demikian adanya, kondisi tersebut berada di kisaran 3 miliar tahun yang lalu.

Menurut peneliti, Phoenix memang hanya sempat menjelajah sebagian kecil saja dari planet itu. Namun dari citra satelit, serta dari penelitian-penelitian terdahulu, indikasinya adalah tanah yang serupa dengan sampel yang diambil oleh Phoenix, tersebar di seluruh Mars. Artinya, temuan terbaru ini bisa jadi berlaku di seluruh permukaan Mars.

“Kami mendapati bahwa meski banyak ditemukan es di Mars, planet itu telah mengalami kekeringan yang luar biasa yang kemungkinan telah berlangsung selama ratusan juta tahun,” kata Tom Pike, ketua tim peneliti, dikutip dari Mad Shrimps, 8 Februari 2012.

Meski demikian, Pike menyebutkan, ia dan timnya memperkirakan bahwa Mars yang kita ketahui saat ini sangat berbeda dengan Mars di masa lalu. “Misi NASA dan ESA di masa depan akan melakukan penggalian lebih dalam untuk mengetahui lebih lanjut peluang adanya kehidupan di bawah tanah,” ucapnya.
• VIVAnews

'Makanan' Black Hole: Asteroid

Jilatan api berasal dari bebatuan ruang angkasa yang berdiameter di atas 12 mil.

Jum'at, 10 Februari 2012, 10:01 WIB
 
Lubang hitam (black hole) (allvoices.com)
BERITA TERKAIT
VIVAnews - Tata surya kita, Bima Sakti, memiliki lubang hitam (black hole) raksasa yang dinamakan Sagittarius A*. Ilmuwan menduga, lubang hitam ini 'melahap' asteroid-asteroid yang bergerak mendekatinya.

Berdasarkan pengamatan NASA menggunakan sinar X,  Sagittarius A* memancarkan jilatan api saat melahap asteorid ini. Sinar ini membuat black hole lebih terang 100 kali dibanding saat normal.

Lubang ini dikelilingi awan triliunan asteroid dan komet, kata ilmuwan. Benda-benda langit yang berjarak 100 juta mil akan tersedot ke dalam lubang dan terbakar.

"Studi menyebutkan bahwa lubang hitam memerlukan asteroid ini untuk memproduksi letupan api," kata Kastytis Zubovas dari University of Leicester, seperti dikutip dari Dailymail.

Rekan Zubovas, Sergei Nayakshin, menambahkan orbit asteroid bisa berubah jika terlalu dekat dengan lubang hitam ini. Dan jika, terlempar ke lubang hitam, nasib asteroid ini sudah bisa dipastikan.

Jilatan api ini juga terdeteksi menggunakan infra merah oleh teleskop observatorium milik Eropa Selatan di Chile. Ilmuwan menduga jilatan ini dibuat dari bebatuan ruang angkasa yang berdiameter di atas 12 mil.

Lubang ini mungkin juga 'memakan' bebatuan yang lebih kecil tapi jilatannya sulit dideteksi.

Jika ada asteroid raksasa yang lewat terlalu dekat lubang hitam, kata ilmuwan, akan bergesekan dengan gas di Sagittarius A*. Reaksinya mirip saat meteor bergesekan dengan atmosfer saat akan masuk bumi. Jilatan api ini diproduksi asteroid yang akhirnya ditelan si lubang hitam. (eh)

• VIVAnews

5 Mitos Paling Populer Tentang Kanker

Beberapa mitos menyebabkan persepsi yang salah tentang kanker.
Sabtu, 11 Februari 2012, 17:39 WIB
Sel kanker (www.alternative-cancer.net)
BERITA TERKAIT
Vlog - Kanker bukanlah sebuah penyakit yang ringan. Tidak jarang penyakit ini merenggut nyawa manusia, sehingga digolongkan sebagai salah satu penyakit pembunuh yang paling berbahaya. Kabar baiknya, penyakit ini dapat dicegah dan bila dideteksi lebih awal, pengobatannya mempunyai tingkat kesembuhan yang tinggi.
Saat ini, banyak sekali informasi yang membahas tentang cara pencegahan dan hal-hal yang bisa menyebabkan kanker. Sangat disayangkan, kebanyakan dari informasi tersebut tidak mempunyai tingkat akurasi, yang dapat dipertanggungjawabkan. Sehingga ketika telah menyebar hanya menimbulkan kecemasan yang berlebihan di masyarakat.


• VIVAnews

2050, Bali Terancam Tenggelam

"Jadi tak hanya Nusa Penida, Sanur, Denpasar dan Bali secara keseluruhan pasti tenggelam."

Senin, 9 Mei 2011, 06:32 WIB
 
Bali (Antara/ Nyoman Budhiana)
BERITA TERKAIT
VIVAnews -- Naiknya permukaan air laut akibat perubahan iklim mengancam keberadaan Pulau Bali yang hanya seluas 5.634,40 hektar.

Yang pertama tenggelam adalah Pulau Nusa Penida, Klungkung. Eksistensi pulau ini yang terancam diberi perhatian khusus dalam konferensi perubahan iklim atau United Nation Climate Change Conference (UNFCCC) yang digelar tahun 2007 lalu di Bali.

"Ya, Pulau Nusa Penida adalah pulau yang paling rentan terkena dampak perubahan iklim di Bali. Rekomendasi UNFCCC 2007 lalu pulau itu dijadikan pilot project. Bantuan banyak yang digelontor di sana," kata Kepala Dinas Pekerjaan Umum Bali, Dewa Punia Asa  kepada VIVAnews.com.
Prediksi Direktur Yayasan Wisnu, I Made Suarnatha bahkan lebih mengerikan. Tak hanya Nusa Penida yang terancam, tapi Bali secara keseluruhan. Jika tak diantisipasi, bencana itu akan datang pada 2050. "Saat itu, air permukaan laut naik 4 meter. Jadi tak hanya Nusa Penida, Sanur, Denpasar dan Bali secara keseluruhan pasti tenggelam," katanya saat dihubungi VIVAnews, Minggu 8 Mei 2011.

Dikatakan, berdasarkan rekomendasi pertemuan perubahan iklim tersebut, Pemerintah Bali memiliki komitmen untuk mempublikasikan hasil tindaklanjut terkait gelontoran proyek percontohan di Nusa Penida. Hanya saja, I Made Suarnatha tak mengetahui persis program yang dilakukan Pemerintah Bali. "Tidak ada laporan yang diumumkan kepada publik. Sehingga kita tidak tahu apa yang sudah dilakukan, bagaimana progresnya dan bagaimana mitigasi potensi perubahan iklim di Nusa Penida," katanya.

Sementara, masyarakat Bali pun tak tinggal diam. Ada kampanye Nyepi internasional (world silent day) yang gencar dilakukan aktivis lingkungan hidup sejak beberapa tahun belakangan. Selain itu, adopsi kearifan lokal untuk diakui secara internasional itu terus menerus disuarakan dengan cara menggalang tanda tangan sesuai persyaratan PBB. "Dari hasil pertemuan itu juga ada Bali Map, yang merupakan peta internasional dari Bali untuk memerangi perubahan iklim," paparnya.

"Karena Bali sudah melakukan sesuatu, maka pemerintah dan negara-negara besar tak boleh berpangku tangan. Sederhananya, jika Anda cinta Bali, maka lakukan sesuatu," desaknya.

Untuk mengetahui lebih detil tentang ancaman tersebut, ia meminta kepada pemerintah untuk konsisten memperjuangkan world silent day agar diadopsi menjadi kebijakan nasional dan internasional. Selain itu, ia juga meminta kepada Pemerintah Provinsi Bali untuk mempertanggungjawabkan hal tersebut dengan cara memberikan laporan resmi terkait tindakan mitigasi perubahan iklim yang telah dilakukan. "Itu saja dulu yang mesti dilakukan. Kalau berhasil, meski hanya menambah waktu saja, tetapi kita telah berbuat banyak dan sangat berarti untuk Bali, Indonesia dan dunia internasional," tegasnya.

"Kita tunggu komitmen pemerintah dan dunia internasional untuk memerangi karbondioksida penyebab perubahan iklim," sambungnya.

Selain Nusa Penida, sejumlah pulau lain di Indonesia juga terancam tinggal nama. Di antaranya Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Pulau Solor di NTT, Pulau Wetar, Obi, dan Kai di Maluku serta Pulau Gag di Papua. (sj)



Laporan Bobby Andalan| Bali
• VIVAnews

Terancam Tenggelam, BMKG Bali Gaet Jepang

Kerja sama berbentuk penelitian ini berlangsung hingga 2013.

Selasa, 10 Mei 2011, 14:58 WIB

Pantai di Bali (Antara/ Yudhi Mahatma)
BERITA TERKAIT
VIVAnews - Prediksi menyebutkan Bali akan tenggelam pada 2050 akibat naiknya permukaan air laut dan perubahan iklim. Badan Metereologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Bali pun bergerak mengantisipasi ramalan bencana mengerikan itu.

Kepala Bidang Informasi dan Data BMKG Bali, Endro Tjahono mengungkapkan pihaknya langsung menjalin kerjasama dengan Jepang mencari solusi atas dampak perubahan iklim hingga 2013 mendatang.
“Dua hari lagi kami akan bertemu beberapa orang dari perwakilan Jepang membicarakan masalah ini, dan terkait isu Bali tenggelam. Pertemuan itu digelar di kantor kami, dan pertemuan itu mencari solusi,“ kata Endro, Selasa 10 Mei 2011.

Bentuk kerja sama ini, kata Endro, berbagai macam penelitian mulai dari membaca situasi cuaca, iklim, dan ketinggian permukaan air laut. “Untuk saat ini kami meneliti peningkatan permukaan air laut dan segalanya nanti terkait masalah yang sedang santer ini. Akan dikaji bagaimana solusinya," ujarnya.

Sebagai informasi, Bali adalah pulau dikelilingi laut sehingga rentan terkena dampak perubahan iklim. Mencairnya es akibat tingginya penggunaan karbondioksida (CO2), bisa saja menenggelamkan pulau-pulau rentan seperti Bali jika tak diantisipasi sedini mungkin. Apalagi, ditambah polusi asap pabrik dan pembakaran serta pembalakan hutan, makin menambah kengerian bencana itu segera terwujud. “Ya, kalau ulah manusianya seperti itu, ya semua kemungkinan pasti terjadi,“ jelas Endro.

Sementara itu, Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Bali, Anak Agung Gede Alit Sastrawan meminta warga Bali ikut berkontribusi sejak dini mengantisipasi bencana ini. "Sia-sia saja menjalankan berbagai macam program kalau toh tidak ada kerjasama dari masyarakat. Maka dari itu, program Bali Green (Bali Hijau) harus benar-benar dijalankan, agar terhindar dari musibah dan bencana tidak kita inginkan," katanya.

Pemprov Bali sendiri berupaya keras mewujudkan perilaku sehat berbasis lingkungan hidup dengan mewajibkan penggunaan energi ramah lingkungan, ketersediaan lahan hijau, memerangi sampah plastik dan pupuk organik. (Laporan Bobby Andalan | Bali).
• VIVAnews

Belum Dipastikan, Kondisi Ekstrem Tahun 2012

Apa yang akan terjadi pada 2012, tidak semenakutkan yang dibayangkan orang.

Kamis, 12 Mei 2011, 15:04 WIB
 
Bumi makin panas (dok. Corbis)
BERITA TERKAIT
VIVAnews - Kemarau panjang diprediksi terjadi pada tahun 2012 mendatang di Indonesia, mengikuti siklus 15 tahunan. Sebelumnya, musim kering juga terjadi pada tahun 1982 dan 1997. Kondisi ini terkait dengan meningkatnya aktivitas Matahari.

Namun, Profesor riset astronomi-astrofisika, Thomas Djamaluddin berpendapat, prediksi tahun depan bakal terjadi kemarau panjang tidak tepat.
"Sampai saat ini belum diperkirakan secara tepat terkait  prakiraan kondisi ekstrem tahun 2012. Kaitan menuju puncak aktivitas matahari dengan kondisi ekstrem kemarau atau ekstrem lainnya belum jelas," kata dia saat dihubungi VIVAnews.com, Kamis 12 Mei 2011.

Kata Thomas, bayangan apa yang terjadi tahun depan tidak semenakutkan itu. Sejauh ini ilmuwan belum bisa memprakirakan kondisi ekstrem lebih dari batas waktu enam bulan. "Paling jauh sampai enam bulan, sering kali dikoreksi. Biasanya akurat tiga bulan ke depan, enam bulan masih terlalu banyak ketidakpastian," tambah Deputi Sains, Pengkajian, dan Informasi Kedirgantaraan LAPAN itu.

Tak hanya soal prediksi adanya kemarau panjang, Thomas juga mengatakan, terkait badai matahari juga tak semengerikan yang dibayangkan. Meski ia mengakui, banyak negara maju, bahkan negara kita pun mewaspadainya.

"Namun bukan berarti membahayakan kehidupan  manusia, lebih terkait terkait kerentanan sistem teknologi yang umumnya berbasis antariksa, penggunaan satelit," jelas dia.

Apalagi, hampir semua teknologi saat ini bergantung pada sistem teknologi satelit. Jadi, tambah dia, "kaitan kondisi Matahari dengan kondisi ekstrem belum bisa diprediksi." (umi)
• VIVAnews

Rusaknya Ozon di Kutub Utara Kian Parah

Lapisan ozon berguna untuk menangkal sinar ultraviolet-B dari matahari.

Senin, 3 Oktober 2011, 13:44 WIB

Pemandangan di bongkahan es Kutub Utara (Reuters/Francois Lenoir)
BERITA TERKAIT
VIVAnews - Rusaknya lapisan ozon di langit Kutub Utara sudah kian parah. Seperti yang telah terjadi di Kutub Selatan, baru kali inilah langit di Kutub Utara sudah membentuk "Lubang Ozon."

Demikian menurut penilaian tim peneliti, yang dihimpun stasiun berita BBC, 2 Oktober 2011. Mereka mengungkapkan bahwa 80 persen dari lapisan ozon yang berjarak 20 km dari permukaan tanah di Kutub Utara sudah hilang.

Penyebabnya, tidak seperti biasa, adalah lamanya cuaca dingin di ketinggian tertentu. Dalam kondisi dingin, muncul senyawa kimia klorin yang menghancurkan ozon.

Dalam laporan yang dimuat di jurnal Nature, tim ilmuwan mengaku mustahil untuk memprediksi kapan situasi itu bakal terulang. Data awal mengenai hancurnya lapisan ozon di langit Kutub Utara sebenarnya sudah dipublikasikan April lalu. Namun, laporan yang dimuat di jurnal Nature baru kali pertama yang menganalisa data secara lengkap.

"Cuaca dingin di lapisan stratosfer Kutub Utara sangat variatif, ada yang hangat tapi ada pula yang dingin," kata Michelle Santee, ilmuwan dari Badan Antariksa AS (NASA). "Namun, dalam beberapa dekade terakhir, cuaca dingin itu semakin parah," lanjut Santee.

Unsur kimia penghancur ozon berasal dari sejumlah subtansi, terutama dari chlorofluorocarbons (CFCs). Dalam beberapa abad terakhir, substansi itu populer digunakan untuk peralatan rumah tangga, seperti kulkas dan pemadam api.

Dampak negatif CFC telah terlihat di Kutub Selatan. Zona itu selalu mengalami penipisan ozon setiap musim dingin. Itulah sebabnya penggunaan CFC sudah dilarang melalui perjanjian Montreal Protocol 1987 dan kesepakatan-kesepakatan berikut.

Lapisan ozon berguna untuk menangkal sinar ultraviolet-B dari matahari. Manusia yang terkena sinar itu secara langsung bisa berisiko menderita kanker kulit dan gangguan kesehatan lain. (eh)
• VIVAnews

Kapal Karam 150 Tahun Ditemukan di Kutub

Kapal HMS Investigator merupakan salah satu dari sejumlah kapal Amerika dan Inggris.

Rabu, 4 Agustus 2010, 12:28 WIB

Ilustrasi kapal Sir John Franklin di Kanada (AP Photo/The Canadian Press, Public Archives of Canada)
VIVAnews - Kapal pencari penjelajah Kutub Utara Sir John Franklin yang hilang di kawasan paling utara Bumi 150 tahun lalu berhasil ditemukan arkeolog Kanada.

Kapal bernama HMS Investigator itu ditinggalkan pada tahun 1853 karena terperangkap es saat sedang menjalankan misi kedua untuk mencari Franklin dan tim ekspedisinya.

Franklin dan semua anggota tim hilang saat berlayar menuju Kanada Utara tahun 1845. Misi tim saat itu dalam upaya menemukan rute perdagangan antara Atlantik dan Pasifik melalui lautan Kutub Utara atau disebut "Northwest Passage".

Kapal pencari Franklin ditemukan pekan ini di perairan dangkal di Teluk Mercy, laut barat Kanada, oleh seorang peneliti dari Parks Canada.

Seperti dikutip dari laman harian The Telegraph, edisi 30 Juli 2010, kapal HMS Investigator merupakan salah satu dari sejumlah kapal Amerika dan Inggris yang dikirim untuk mencari kapal HMS Erebus dan HMS Terror, yang hilang dalam misi tak berhasil Franklin pada 1845.

Tahun 1953, Investigator ditinggalkan di tengah padang es oleh Kapten Robert McClure dan krunya. Selama tiga tahun, mereka sudah mencoba menyelesaikan tahap air pencarian "Northwest Passage",  tetapi terus menerus terkendala lapisan es.

Persediaan makanan yang minim membuat 60 kru meninggalkan kapal. Mereka diselamatkan oleh kapal lain, tetapi McClure dianggap sebagai orang Eropa pertama yang menemukan pintu masuk barat jalur perdagangan.

Tiang layar dan tali-tali kapal telah rusak karena es dan cuaca selama 157 tahun sejak kapal hilang, tetapi bagian dari kapal terlindung berkat air benua utara yang sangat dingin. Kapal yang sering disebut dalam dongeng Northwest Passage itu masih dalam kondisi baik.

Marc-Andre Bernier, kepala penelitian bawah laut Parks Canada mengatakan, "Kapal berada dalam kondisi sangat baik. Ini adalah penemuan yang sangat penting. Ini adalah kapal yang berlayar dalam tahap akhir pencarian Northwest Passage," kata Bernier.

Tim Parks Canada tiba di Mercy Bay pada 22 Juli, dan tiga hari kemudian, es sudah cukup mencair hingga perangkat sonar bisa digunakan. Bangkai kapal ini ditemukan dalam waktu 15 menit.

Menurut Bernier, tidak ada rencana untuk mengangkat kapal ke permukaan. Tim hanya berharap bisa menggunakan perangkat video bawah air untuk mengambil gambar kapal.

Jim Prentice, menteri lingkungan hidup Kanada, mengatakan bahwa pemerintah Inggris telah mengetahui penemenuan bangkai kapal berikut tiga mayat pelaut yang diduga meninggal karena sakit. (adi)
• VIVAnews

20 Tahun Lagi, Kutub Utara Bebas Es

September lalu, hanya terdapat lapisan es padat seluas 60 ribu kilometer persegi.

Rabu, 6 Oktober 2010, 08:01 WIB

Kutub Utara (naturalist.co.uk)
BERITA TERKAIT
VIVAnews - Kawasan laut es di kutub utara mengalami penurunan yang tidak lazim pada September 2010 ini. Meski es di samudera Arktik mengalami siklus normal yakni meleleh di musim panas dan kemudian membeku kembali di musim dingin, akan tetapi cakupan es menjadi lebih tipis dan tidak sepadat biasanya.

Menurut sejumlah peneliti, kondisi es di kawasan kutub utara tersebut merupakan yang ketiga terburuk sejak 30 tahun terakhir. Saat lapisan es mulai meluas pada 10 September lalu, peneliti berasumsi bahwa musim mencair sudah berakhir. Akan tetapi, mereka kemudian terkejut saat mengetahui bahwa lapisan es kembali menciut pada 19 September 2010.

“Perubahan ini mengindikasikan bahwa lapisan es yang terbentuk saat ini tipis dan tidak padat,” kata Walt Meier, peneliti ilmiah NSIDC pada University of Colorado di Boulder, seperti dikutip dari Livescience, 6 Oktober 2010. “Ini membuat lapisan es ringkih terhadap hembusan angin dan kemudian mencair,” ucapnya.

Es di perairan Arktik mencapai titik terendah, yakni hanya seluas 4,6 juta kilometer persegi, pada 19 September. Ini membuat tahun 2010 memecahkan rekor di mana kawasan es mencapai titik terendah ketiga, baik untuk bilangan harian ataupun bulanan. Lapisan es pada September 2010 berada di posisi ketiga di belakang tahun 2007 dan 2008 lalu yang mencapai titik terendah pertama dan kedua.

Lapisan es tua dan tebal (berusia lima tahun atau lebih) telah hampir seluruhnya lenyap di Arktik. Lapisan es tua yang padat, pada September lalu hanya tersisa kurang dari 60 ribu kilometer persegi. Sebagai perbandingan, lapisan es yang berusia 5 tahun atau lebih di kisaran waktu yang sama pada tahun 1980-an mencapai ukuran 2 juta kilometer persegi.

“Seluruh petunjuk yang ada mengindikasikan bahwa kawasan es di Arktik akan terus berkurang dalam beberapa dekade ke depan,” kata Mark Serreze, Director of the NSIDC. “Kami perkirakan, dalam 20 sampai 30 tahun ke depan, kemungkinan akan ada periode di mana di kutub utara tak akan lagi didapati es,” ucapnya. (kd)
• VIVAnews

Riset: Benua-benua Besar Akan Bergabung Lagi

Mereka terakhir kali menyatu pada 300 juta tahun silam, disebut sebagai Pangaea.

Kamis, 9 Februari 2012, 08:37 WIB
 
Foto terakhir bumi tahun 2010 (NOAA/NASA GOES Project)
BERITA TERKAIT
VIVAnews - Tim ilmuwan di Universitas Yale, AS, baru-baru ini melontarkan prediksi yang cukup mencengangkan. Mereka memperkirakan bahwa benua-benua di muka bumi akan bergabung lagi dalam kurun 50-200 juta tahun mendatang.

Amerika dan Eurasia diprediksi akan bertubrukan di Kutub Utara. Afrika dan Australia pada akhinya akan bergabung juga dengan "Benua Super" itu. Tim ilmuwan pun yakin benua-benua itu terakhir kali sempat menyatu pada 300 juta tahun silam, yang wilayahnya disebut sebagai Pangaea.

Menurut laman BBC, kajian tim ilmuwan Yale atas reuni benua-benua itu diungkapkan dalam jurnal ilmiah Nature.

Bagi mereka, penggabungan kembali benua-benua besar itu bukan tidak mungkin terjadi. Daratan pada dasarnya bergerak secara konstan saat terjadi aktivitas tektonik di suatu bagian permukaan Bumi.

Aktivitas ini membentuk daerah-daerah seperti Mid-Atlantic Ridge--yang menjadi lokasi Islandia--dan wilayah-wilayah seperti yang terlihat di lepas pantai Jepang, dimana satu daratan kecil (pelat) bersinggungan dengan yang lain.

Para peneliti geologi itu yakin bahwa, dalam kurun miliaran tahun, pergesaran pelat-pelat itu secara berkala juga menggerakkan benua-benua dalam waktu bersamaan. Inilah yang memunculkan hipotesis atas terbentuknya sejumlah benua super bernama Nuna 1,8 miliar tahun lalu, Rodinia satu miliar tahun lalu, dan Pangaea 300 juta tahun lalu.
     
Tim peneliti pun sudah menyiapkan nama baru bila benua-benua besar kembali bersatu, yaitu Amasia. Ini berdasarkan perkiraan bakal bertemunya Amerika dan Asia.

Mereka selanjutnya meneliti lebih lanjut kapan dan di mana reuni antarbenua itu terbentuk dengan merujuk pada gejala-gejala pertemuan sebelumnya. "Kami cukup familiar dengan konsep Pangaea, namun belum ada data yang cukup meyakinkan untuk menduga bagaimana benua super itu terbentuk," kata Ross Mitchell, peneliti dari Universitas Yale.

Mengomentari hasil riset mereka, ahli geologi dari Open University, David Rothery, mengatakan penelitian itu dapat memberi pemahaman yang lebih luas kepada publik akan sejarah planet Bumi.

• VIVAnews

Geger Prediksi Munculnya "Benua Super"

Lempeng-lempeng benua diyakini terus bergerak, meski secepat pertumbuhan kuku kita.

Jum'at, 10 Februari 2012, 21:50 WIB

Foto Bumi dari satelit luar angkasa pada 2010 (NOAA/NASA GOES Project)
BERITA TERKAIT
VIVAnews - Bagi kalangan awam, prediksi ilmiah sekelompok peneliti geologi dari Universitas Yale, AS, berikut ini tergolong tidak masuk akal. Ramalan mereka bahwa benua-benua besar di muka Bumi akan kembali bersatu sekitar 50-200 juta tahun mendatang dan membentuk "benua super," bagi publik kebanyakan tidak lebih dari bualan yang sulit dicari pembenarannya.

Bagaimana mungkin bisa meramalkan gejala alam untuk ratusan juta tahun mendatang? Umur manusia saja tidak sampai ribuan tahun, begitu rata-rata komentar kalangan pembaca begitu VIVAnews pertama kali menyampaikan kabar ini pada 8 Februari 2012, dengan mengutip informasi dari media massa internasional.
Media-media mancanegara mengutip prediksi ini dari Nature, sebuah jurnal ilmiah yang mempublikasi analisis peneliti dari Universitas Yale itu.  

Kendati kontroversial dan perlu pendalaman ilmiah lebih lanjut, tim peneliti pimpinan Ross Mitchell itu hakulyakin bahwa benua-benua yang ada sekarang akan membentuk suatu "benua super". Kejadian itu, menurut mereka, sudah pernah terjadi, setidaknya tiga kali dengan rentang waktu ratusan juta tahun.

Melalui penelusuran riset geologi dengan bantuan teknologi komputer, tim peneliti percaya bahwa Amerika dan Eurasia akan bertubrukan di Kutub Utara. Afrika dan Australia pada akhinya akan bergabung juga dengan benua super itu. Tim ilmuwan yakin benua-benua itu terakhir kali menyatu pada 300 juta tahun silam, menjadi sebuah wilayah yang disebut Pangaea.

Bagi mereka, penggabungan kembali benua-benua besar itu sesuatu yang logis. Daratan pada dasarnya bergerak secara konstan saat terjadi aktivitas tektonik di suatu bagian permukaan Bumi atau disebut sebagai lempeng.

Aktivitas ini membentuk daerah-daerah seperti Mid-Atlantic Ridge--yang menjadi lokasi Islandia--dan wilayah-wilayah seperti yang terlihat di lepas pantai Jepang, di mana lempeng-lempeng kecil bersinggungan satu dengan yang lain.

"Lempeng-lempeng benua ini pada dasarnya terus bergerak, mungkin secepat pertumbuhan kuku jari kita," kata Mitchell. "Perkembangannya memang lambat, namun terus bertambah selama ratusan juta tahun," lanjut Mitchell sebagaimana dikutip NPR

Para peneliti geologi itu yakin bahwa, dalam kurun miliaran tahun, pergeseran lempeng-lempeng kecil itu, secara berkala, juga menggerakkan lempeng-lempeng benua dalam waktu bersamaan. Inilah yang memunculkan hipotesis atas terbentuknya sejumlah benua super bernama Nuna 1,8 miliar tahun lalu, Rodinia pada satu miliar tahun lalu, dan Pangaea 300 juta tahun lalu.
    
Tim peneliti pun sudah menyiapkan nama baru bila benua-benua besar kembali bersatu, yaitu Amasia. Ini berdasarkan perkiraan bakal bertemunya benua Amerika dan Asia.

Perdebatan teoretis
Menjadi pertanyaan besar: bagaimana proses pembentukan benua super itu? Isu ini terus menjadi perdebatan para ilmuwan selama bertahun-tahun.

Menurut The Christian Science Monitor, setidaknya ada dua teori yang saling bersaing menjelaskan soal benua super. Teori pertama disebut introversi yang berasumsi bahwa lempeng samudera antar benua yang terbentuk ketika benua super meregang dan berpisah, berhenti berpencar. Sedemikian rupa itu terjadi, sehingga tak ada lagi yang membuat benua-benua menyatu kembali dan bergabung membentuk benua super yang lain.
Yang kedua adalah model ekstroversi, yang secara berkebalikan, menganggap bahwa lempeng samudera yang terbentuk ketika sebuah benua super meregang dan terpisah, akan terus berpencar. Benua-benua itu terus bergerak mengapung terpisah, menjauh, dan bertemu di sisi lain planet untuk kemudian melebur menjadi satu.
Tim peneliti Yale sendiri menawarkan model baru, tentang bagaimana benua super terbentuk. Dengan mengukur daya magnetis sampel geologi kuno, para ilmuwan berspekulasi bahwa benua super baru "Amasia" tidak terbentuk di katulistiwa, melainkan di sekitar Kutub Utara.
Mitchell dan sejumlah koleganya mengumpulkan berbagai sampel geologis dan mengukur orientasi magnetisnya. Untuk mengetahui, bagaimana bebatuan menyelaraskan diri dengan kutub magnet Bumi.

Mineral akan kehilangan kemampuan mereka untuk menyelaraskan dengan magnet Bumi pada suhu tertentu, yang disebut suhu Curie--sekitar 1.400 derajat Fahrenheit. Namun, ada sejumlah batuan yang terbentuk dalam suhu ekstrem, hingga suhunya turun ke bawah Suhu Curie sehingga keberpihakan magnetik menjadi terkunci di tempatnya.

Tim Yale juga meneliti sampel batuan kuno, dari berbagai usia. Karena semua batuan akan terorientasi pada kutub bumi, mereka bisa mengaitkan perubahan sejalan dengan gerakan benua. Mereka kemudian menggunakan  informasi ini untuk membangun sebuah model baru tentang bagaimana kontinen super terbentuk.

Teori baru, orthoversi menyatakan bahwa benua akan bergerak menuju Kutub Utara, bukan ke arah ekuator atau kembali ke titik awal mereka. Posisi Amasia akan miring 90 derajat dari tempat Pangea dulu berada.

Mereka mengungkapkan perlu penelitian lebih lanjut kapan dan di mana reuni antarbenua itu terbentuk dengan merujuk pada gejala-gejala pertemuan sebelumnya. "Kami cukup familiar dengan konsep Pangaea, namun belum ada data yang cukup meyakinkan untuk menduga bagaimana benua super itu terbentuk," kata Mitchell.

Mengomentari hasil riset mereka, ahli geologi dari Open University, David Rothery, mengatakan penelitian itu dapat memberi pemahaman yang lebih luas kepada publik akan sejarah planet Bumi. "Kita bisa memahami lingkungan di masa lalu dengan lebih baik bila kita tahu persis di mana posisinya," kata Rothery seperti dikutip laman BBC News.

Namun, Rothery tidak ambil pusing ikut menggunjingkan prediksi tim peneliti Yale mengenai terbentuknya kembali Benua Super dalam ratusan juta tahun mendatang. "Sebagai orang Eropa, saya tidak begitu peduli apakah benua-benua itu akan bertemu di Kutub Utara atau apakah Inggris akan tubrukan dengan Amerika di masa yang begitu lama," kata Rothery. (kd)
• VIVAnews

Impor Sampah Banjiri Indonesia, Ulah Siapa?

"Kami curiga, dan setelah dilakukan pemeriksaan ternyata banyak terdapat kotoran."

Sabtu, 11 Februari 2012, 07:27 WIB
 
Pelabuhan peti kemas Pelindo II Tanjung Priok, Jakarta. (Antara/ Hermanus Prihatna)
BERITA TERKAIT
 
VIVAnews - Direktorat Bea dan Cukai, bersama Kementerian Lingkungan Hidup berhasil menyita besi bekas atau steel scrap sebanyak 113 kontainer berukuran 20 fit.
Besi-besi tersebut, diduga mengandung limbah B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya). Namun, menurut Kasie Layanan Informasi Kantor Pelayanan Umum (KPU) Bea Cukai Tanjung Priok, Arif Rahman Hakim, impor itu ternyata sudah memiliki izin lengkap dari pemerintah berserta dokumen resmi.
"Saat ini, besi sampah itu berada di Tempat Penampungan Sementara Tanjung Priok untuk dilakukan penyelidikan lebih lanjut. Jadi, kami tahan dulu," kata dia kepada VIVAnews.com di Jakarta, Jumat 10 Februari 2012.

Kontainer tersebut ditahan, menurut dia, karena barang impor besi-besi bekas itu dianggap tidak sesuai perizinan yang diberikan pemerintah.
"Memang betul isinya steel scrap seperti izin yang dikeluarkan Kementerian Perdagangan, tetapi di dalamnya tercampur barang-barang bekas lainnya yang diduga mengandung B3. Jadi, dianggap menyalahi perizinan," tutur Arif.

Arif mengaku bahwa impor sampah atau barang-barang bekas diperbolehkan oleh hukum Indonesia, baik itu berupa besi rongsokan sampai pakaian bekas asal sesuai dengan izin yang dikeluarkan pihak berwenang.
"Sering kok, impor limbah dari sejumlah negara ke sini, karena tidak ada pelarangan. Yang dilarang itu kan, bila sudah menyalahi perizinan yang diberikan seperti kasus impor steel scrap ini," kata dia.

Dia menuturkan, selain kasus impor besi bekas bercampur sampah bermasalah itu, sebelumnya Bea Cukai juga pernah menangani kasus impor yang juga menyalahi perizinan.
"Ya, jelas-jelas tidak boleh masuk barang dari negara yang diduga terjangkit penyakit sapi gila tapi tetap saja masuk kontainer berisi daging sapi dari negara tersebut," ujar Arif.

Arif menjelaskan, untuk kasus impor limbah besi bekas ini pun akan dikenakan tindakan reekspor atau dikirim balik ke negara asal, seperti upaya yang pernah dilakukan pada negara pengimpor daging sapi tersebut.
Menteri Lingkungan Hidup, Berth Kambuaya, juga menilai bahwa importir besi bekas tersebut melanggar Undang-undang 32 tentang Lingkungan Hidup yang di dalamnya melarang import sampah. Selanjutnya, barang tangkapan tersebut akan diekspor kembali setelah ada keputusan pengadilan.

Sedangkan Menteri Keuangan, Agus Martowadodjo menginginkan kasus ini ditangani dengan serius, sampai ke perusahaan importirnya. Sebab bila melihat dari barang itu, mereka telah melakukan tindak pidana yang bisa diancam hukuman 5 sampai 15 tahun penjara, sesuai UU No 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan.
Menurut Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Agung Kuswandono, besi bekas itu diimpor dari Inggris dan Belanda. Dari Inggris sebanyak 89 kontainer dan Belanda 24 kontainer.
"Besi bekas itu diimpor oleh PT HHS. Masuk ke Indonesia, lewat Pelabuhan Tanjung Priok dalam lima tahap," ujarnya saat dtemui di Terminal Peti Kemas Koja, Jakarta Utara belum lama ini.

Dia menjelaskan bahwa limbah besi-besi itu diambil langsung oleh importir dari tempat pembuangan sampah yang ada di Inggris dan Belanda tanpa dibersihkan.
Menurut Agung, pada bagian besi itu terdapat banyak kotoran, di antaranya tanah, oli, karat, plastik, aspal dan kotoran lainnya. Padahal menurut aturan, impor besi bekas harus dibersihkan terlebih dahulu, dan hanya metalnya atau besi yang dibawa. Dalam pemberitahuan barang, tertulis steel scrap for melting.

"Kami curiga, dan setelah dilakukan pemeriksaan ternyata banyak terdapat kotoran. Dan ini masuk dalam kategori sampah," ujarnya.
Setelah berkoordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup, Bea Cukai kemudian bertindak mengamankan barang-barang tersebut pada Jumat, 20 Januari 2012 lalu.
Penyidikan Lambat
Kasus impor sampah ini, ternyata juga menjadi sorotan anggota DPR. Karena itu, mereka melakukan sidak mendadak. Anggota Komisi Hukum DPR, yang terdiri dari Aziz Syamsuddin, Abu Bakar, M Nasir, dan Syarifudin Suding melakukan inspeksi di Pelabuhan Tanjung Priok, Jumat 10 Februari 2012.

Berdasarkan pantauan VIVAnews.com, selain bertemu pihak Bea dan Cukai, mereka juga mengecek 113 kontainer yang datang dari Belanda dan Inggris dua minggu lalu. Namun, hanya dua kontainer yang dibuka. Isinya limbah sampah logam bercampur tanah dan aspal.

Menurut Aziz, Wakil Ketua Komisi III DPR, pihaknya sengaja datang untuk mendengar keterangan resmi dari Bea dan Cukai. "Kami minta penjelasan Dirjen soal proses masuknya limbah dari Belanda ke Tanjung Priok," kata dia.

Namun, penyidikan penyidikan kasus importasi ilegal 113 kontainer besi bekas, yang mengandung limbah B3 itu dinilai lamban. "Untuk itu, Komisi III berharap kasus ini cepat diselesaikan. Apalagi barang buktinya sudah ada," kata dia.
Menurut Aziz, Komisi III memang tidak punya wewenang untuk menentukan kapan kasus ini harus selesai.  Namun, pihaknya siap membantu mempercepat proses penyidikan. "Kerja sama ini, diharapkan dapat memperpendek proses penyidikan," tambah Aziz.

Komisi III juga mengecam sikap pemerintah Inggris dan Belanda, karena mengirim besi sampah yang mengandung Limbah B3 ke Indonesia.  "Padahal sudah ada konvesi Basel, yaitu perjanjian yang mengatur tentang jual beli sampah antara negara maju dan berkembang," tutur Aziz.

Proses penyidikan tersebut, kata Agung, lama karena KLH sedang memeriksa jenis limbah B-3 apa saja yang terkandung di dalam besi bekas tersebut. "Yang kami periksa bukan satu kontainer, tapi seluruh kontainer, yaitu 113 kontaoner," katanya.

Hal ini dilakukan agar pihak penyidik memiliki bukti kuat, yaitu hasil laboratorium untuk menjerat pasal pidana kepada importir dan pihak yang terkait dalam kasus tersebut.

"Dalam waktu 90 hari, kami akan menuntaskan penyidikan kasus ini. Kami juga masih memeriksa dan mempelajari  dokumen dari PT HHS selaku perusahaan importir barang ilegal tersebut," katanya.

Bea Cukai kini menempatkan personil khusus di seluruh pelabuhan utama untuk mencegah kasus serupa terulang lagi.
• VIVAnews